BPJS Kesehatan, Ringankan Biaya Kesehatan
JAKARTA. Biaya berobat yang tinggi selalu menjadi momok bagi warga Depok seperti Kathy Oroh. Pada akhir 2015 lalu Kathy sempat melarikan ibunya (70 tahun) ke rumah sakit swasta akibat terkena serangan stroke. Betapa kagetnya Kathy, saat ia tahu biaya berobat sang ibu mencapai Rp 80 juta. Namun demi kesembuhan ibunda tercinta, Kathy Oroh membobol tabungannya sendiri untuk melunasi biaya pengobatan di rumah sakit tersebut.
Tak ingin mengulang pengalaman yang serupa, Kathy lantas mendaftarkan sang ibu menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada awal 2016. Sejak saat itulah, Kathy tak perlu lagi ketakutan untuk membayar biaya berobat sampai puluhan juta rupiah. Dia hanya cukup mengeluarkan duit sebesar Rp 200.000 setahun ditambah biaya iuran bulanan. “Manfaatnya banyak sekali BPJS Kesehatan ini. Biaya berobat menjadi ringan dan sejauh ini ibu saya selalu dilayani dengan baik,” ujarnya.
Kehadiran BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 seolah menjadi dewa penolong bagi warga tak mampu. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), BPJS Kesehatan menjadi badan yang berperan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional (JKN) di Indonesia. Program JKN diselenggarakan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial bersifat wajib yang berbasis iuran peserta. Tujuannya adalah tercapainya jaminan kesehatan bagi segenap bangsa Indonesia.
Pelaksanaan BPJS Kesehatan juga sejalan dengan semangat Nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada semua warga negaranya. Praktis selama hampir empat warsa, jumlah peserta BPJS Kesehatan terus bertambah. Sampai dengan awal Desember 2017 lalu peserta BPJS Kesehatan mencapai 186.602.571 orang.
Diharapkan di tahun 2019 jumlah peserta BPJS akan terus meningkat dan pelayanan jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) bisa semakin optimal. Tak hanya peserta saja yang meningkat, jumlah pendapatan iuran BPJS Kesehatan juga mengalami kenaikan. Bila sebelumnya di tahun 2014 pendapatan iuran BPJS Kesehatan menembus Rp 40,7 triliun, tapi sekarang jumlah pendapatan iuran terebut membengkan menjadi Rp 67,4 triliun pada 2016.
Berdasarkan angka yang dirilis Lembaga Penyelidikan dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia, pada 2016 jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Kesehatan berhasil menyelamatkan 1,16 juta orang dari kemiskinan. Tak hanya itu. JKN-KIS juga telah melindungi 14,5 juta orang miskin dari kondisi kemiskinan lebih parah. Dari total pemanfaatan JKN-KIS selama 3,5 tahun mencapai 522.9 juta peserta. Artinya, dalam sehari ada 415.000 orang yang memanfaatkan layanan JKN ini.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, tingkat kepuasan peserta BPJS Kesehatan pada 2016 mencapai 78,6 persen. Angka itu melebihi target pemerintah, yakni pada angka 75 persen. "Tentunya, tak ada layanan publik yang bisa 100 persen memuaskan masyarakat. Dari 186 juta peserta BPJS Kesehatan, pasti ada beberapa orang yang kurang puas. Namun, kami berkomitmen memperbaiki terus," ujarnya dalam Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Kupas Tuntas Layanan JKN" di Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Tingkat kepuasan yang meningkat tersebut, menunjukan bahwa masyarakat semakin nyaman dan tenang karena sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Bahkan masyarakat tak perlu risau dengan perlambatan ekonomi nasional. Sebab bisa dipastikan kalau BPJS Kesehatan sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi perlambatan tersebut.
"Bisa kami katakan, hal itu (defisit) telah ditangani dengan baik. Rumah sakit tetaplah layani masyarakat dengan baik. Kami punya standar untuk membayar klaim tepat waktu. Lagi pula, jika terlambat bayar, kami juga akan kena denda," ucapnya.
Arus Kas BPJS Kesehatan Terjamin
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pemerintah telah menyuntik dana Rp 5,1 triliun untuk menyelesaikan defisit BPJS Kesehatan yang berasal dari penerimaan cukai rokok daerah. Selain itu, guna memastikan bahwa arus kas BPJS Kesehatan terjamin, pemerintah juga sedang merevisi Peraturan Presiden 12 Tahun 2013 untuk memperbaiki manajemen klaim fasilitas kesehatan.“Pemerintah selalu menaruh perhatian khusus untuk anggaran kesehatan.
Sebagai contoh, pada APBN 2017 pemerintah mengalokasikan Rp 106,7 triliun untuk sektor kesehatan atau 5 persen dari total APBN. Sedangkan untuk daerah, sebanyak 10 persen dari total APBD se-Indonesia dialokasikan untuk sektor kesehatan. Angkanya mencapai Rp 105,3 triliun dari total anggaran Rp 1.052,6 triliun. "Negara hadir untuk memperbaiki kualitas kesehatan," ucap Mardiasmo.
Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan Donald Pardede mengatakan, Kementerian Kesehatan terus mendorong program jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. “Asuransi sosial seperti ini sesuai dengan prinsip gotong-royong bangsa Indonesia," tuturnya.
Kementerian Kesehatan berupaya mendongkrak pola hidup sehat masyarakat sehingga jumlah tanggungan biaya BPJS Kesehatan dapat menurun. "Terutama agar jumlah penderita delapan penyakit katastropik dapat berkurang," kata Donald.
Untuk diketahui, penyakit katastropik yang dimaksud mencakup gangguan jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, talasemia, leukemia, dan hemofilia. Jumlah tanggungan delapan penyakit tersebut pada 2014-2016 mencapai Rp 36,3 triliun atau 28 persen dari biaya total pelayanan kesehatan rujukan.
Dengan upaya perbaikan terus-menerus, niscaya pelayanan BPJS Kesehatan bakal semakin sempurna pada masa mendatang dan akan secara maksimal melayani semua peserta BPJS Kesehatan. Tujuannya satu, yaitu masyarakat sehat, negara pun kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News