Press Release
August
05
2021
     12:00

Media Sosial Seharusnya Menjadi Wadah Efektif untuk Berekspresi

Media Sosial Seharusnya Menjadi Wadah Efektif untuk Berekspresi

Webinar "Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online"

 

Kabupaten Lebak, 29 Juli 2021 - Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk "Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online". Webinar yang digelar pada Kamis, 29 Juli 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Andika Renda Pribadi – Kaizen Room, Riri Khariroh – Aktivis Perempuan, Wulan Furrie, M.I.Kom – Praktisi dan Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI dan Yuli Setiyowati – Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Andika Renda membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan jika mendapati atau menjadi korban kekerasan seksual.

Pertama adalah dokumentasikan hal-hal yang terjadi secara detail. Lalu pantau situasi yang dihadapi, sebisa mungkin jangkau bantuan terdekat, lalu Lapor dan blokir pelaku.

"Kemudian hal lain yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah dengarkan curahan hati korban, tidak menyalahkan korban, berikan informasi dan dukungan terhadap korban yang baru saja mengalami hal tersebut," tuturnya.

Ia menambahkan, banyak kasus yang terjadi di Indonesia terjerat oleh UU ITE pasal 27 ayat 1 yaitu memuat konten melanggar kesusilaan yaitu konten pornografi Penyebaran Pornografi.

"Sering kita temui pula kasus akun yang mengganggu kenyamanan kita karena unggahan konten yang disebarkannya, seperti menyebar konten pornografi, hoaks, dan ujaran kebencian. Dalam hal ini, kita diharapkan turut berpartisipasi dengan melaporkan akun tersebut pada penyedia media sosial," ujarnya.

Riri Khariroh menambahkan, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang.

"Sehingga menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender dan/atau sebab lainnya, yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik," katanya.

Adapun jenis-jenis kekerasan seksual yakni pelecehan seksual, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan dan pemaksaan pelacuran.

 

Biasanya pelaku adalah orang-orang terdekat dengan korban seperti; pacar/mantan pacar/suami/mantan suami, kemudian disusul saudara, teman, orang asing dan lain-lainnya.

Sehingga, kekerasan terhadap perempuan di dunia maya memodifikasi kekerasan terhadap perempuan dalam dunia nyata dan meluas bentuknya, dengan semakin berkembangnya teknologi internet.

"Hal yang harus dilakukan yakni membangun sistem dan mekanisme pengaduan untuk korban. Perlindungan bagi pelapor, layanan pemulihan untuk korban baik fisik dan psikhis. Penanganan pelaku kekerasan seksual yang menimbulkan efek jera dan adanya sanksi dan hukuman yang setimpal," harapnya.

Wulan Furrie turut menjelaskan, pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual.

"Media sosial seharusnya menjadi wadah efektif untuk berekspresi dan tempat bagi anak perempuan untuk menjadi dirinya sendiri. Sayangnya, medsos juga menjadi wadah bagi orang yang tidak bertanggung jawab untuk mempermalukan, mencemarkan nama baik seseorang, sampai melakukan pelecehan seksual," katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Yuli Setiyowati memaparkan, keamanan digital adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

"Bentuk-bentuk kekerasan online yakni, kekerasan sexual yang difalisitasi teknologi terhadap orang lain melalui internet secara real time, interaksi ini biasanya berbayar dan ekslusif," tuturnya.

Lalu adanya penyebaran konten sexual. Tindakan ini berupa penyebaran foto, video dan tangkapan layar percakapan antara pelaku dan korban. Terakhir adalah balas dendam dengan Pornografi.

Dalam Sesi KOL, Gina Sinaga mengatakan, sekali kita turun di dalam dunia digital, maka kita tidak akan pernah jauh dari kata aman, untuk itu kita harus berhati-hati dalam menggunakan media digital.

"Harus saadar dan aware dalam menggunakan media. Gunakanlah media dengan bijak dengan menshare konten positif, cari ilmu dan wawasan dalam artian positif tentunya. Ikutilah orang-orang yang sejatinya bisa memberikan dampak positif kepada kita," ujarnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Abiyoso menanyakan, pada kasus eksploitasi tubuh yang dilakukan seseorang secara berbayar, keduanya memiliki kesepakatan yang sama-sama menguntungkan.

Apakah ini juga termasuk kedalam kekerasan seksual online? Menjawab hal tersebut, Riri mengatakan bahwa meskipun dilakukan seolah-olah keduanya sama-sama mau, tetaplah itu digolongkan ke dalam kekerasan seksual.

"Ada relasi kuasa disana dengan berbagai macam jenis. Kalau dilakukan sama-sama mau tentu ada faktor dibaliknya. Kenyataannya tidak ada perempuan yang ingin menjadi pelacur, kebanyakan dari mereka jadi korban KDRT, kekerasan seksual dan hal lainnya," jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.


Terbaru

Banyak Efek Positif Dari Perkembangan Teknologi

KOMINFO | Senin, 20 Desember 2021 | 12:15 WIB

Selain Positif, Kemajuan Digital Memiliki Dampak Negatif

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:47 WIB

Digitalisasi Membawa Perubahan Dalam Kehidupan Masyarakat

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:40 WIB

Media Digital Bisa Digunakan Sebagai Ruang Diskusi

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:28 WIB

Terjadi Pergeserean Pola Pikir di Masyarakat

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:22 WIB

Cyberbullying Meninggalkan Jejak Digital

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:15 WIB