Press Release
November
16
2017
     12:15

Diplomasi Fashion hingga Soto Penggerak Ekonomi

Diplomasi Fashion hingga Soto Penggerak Ekonomi

JAKARTA. Siapa tak kenal Dian Pelangi. Sosok perancang busana hijab ini kian digandrungi banyak muslimah di Indonesia.  Tak hanya remaja muslimah, wanita dewasa pun juga sangat menggemari ragam busana muslimah hasil karya rancangannya itu. Padu padan busananya senantiasa apik nan penuh warna dan selalu mencuri perhatian jutaan penggemarnya dari Indonesia bahkan sampai manca negara. 

Tak mengherankan jika Dian Pelangi sudah menjadi brand atau merek jaminan mutu yang selalu digemari.  Sudah banyak karya rancangannya selalu menjadi tren setter busana muslimah di Indonesia. Tapi siapa yang menyangka jika pemilik nama asli Dian Wahyu Utami mengawali karirnya sebagai perancang busana dengan setengah hati? 

Ya, Dian mengaku dipaksa orang tuanya untuk bersekolah di Jurusan Tata Busana SMK 1 Pekalongan, Jawa Tengah.  ”Sempat nangis-nangis tiap pulang sekolah karena dicibir teman-teman sebaya, dikiranya cuma akan jadi tukang jahit,” kenangnya. 

Karena paksaan itulah, Dian merasa bahwa karirnya nanti akan mentok sebagai penjahit kelas kampung.  Namun Dian tetap menjalaninya dengan ikhlas “pilihan” orang tuanya itu sambil tetap terus belajar dan mengembangkan diri dalam hal rancang-merancang busana muslimah. 

Lewat rancangannya itu pula, Dian menumpahkan segala macam kreativitasnya di atas selembar kain yang kemudian dirancang dengan gaya modern yang kekinian. Sangat khas dengan jaman now yang sangat melek teknologi digital.  Beberapa karya rancangannya seperti batik Pekalongan, sogket  Palembang, dan kain jumputan pada akhirnya berhasil membawa dirinya ke kancah internasional. 

Ketekunan yang awalnya “terpaksa” itu akhirnya mulai membuahkan hasil.  Di ajang Paris Fashion Week for Peace 2018 pada tanggal 4 Oktober 2017 lalu, hasil karya rancangan Dian Pelangi mendapat sambutan hangat dari para pecinta fashion di Paris.  Dian tidak sendiri saat itu melainkan bersama dengan perancang muda berbakat lainnya seperti Barli Asmara, Catherine Njoo, Melia Wijaya, Vivi Zubedi, dan Doris Dorothea. Mereka memamerkan karya monumental di ajang New York Fashion Week: First Stage Spring Summer 2018  yang menjadi bagian dari New York Fashion Week (NYFW).

Karya para desainer asal Indonesia yang tampil pada ajang New York Fashion Week itu dianggap memenuhi persyaratan oleh pihak International Management Group (IMG) selaku penyelenggara, karena memiliki tingkat orisinalitas, kekuatan konsep, dan kemampuan produksi yang paripurna. Inilah bentuk diplomasi fashion dari para perancang muda berbakat yang sudah berbicara di tingkat global.

Lain lagi dengan kisah produsen sneakers lokal, Exodos57, yang  mencuri perhatian Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Sumpah Pemuda di Istana Bogor, Oktober lalu.  Produsen sneakers asal Bandung itu menampilkan inovasi sepatu berbahan kulit dan juga menggabungkannya dengan kanvas dan tenun asal Yogyakarta. 

Saat itu sneakers yang diamati Presiden Jokowi merupakan seri terbaru yang mengusung tema ‘3Laborate’, yaitu versi kolaborasi 3 Brand (Exodos57, UnionWell, Rawtype Riot).  Perpaduan itu membuktikan bahwa sepatu yang didesain modern tetap bisa membawa identitas Indonesia, yang diwakili dengan kain tenun Yogyakarta.

Fashion, kuliner, dan crafts (kerajinan tangan) itu sudah besar, dan kami mau akselerasi. Ada juga lainnya yang menjadi prioritas untuk dikembangkan, yakni games, aplikasi, musik, dan film,” ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Staf Presiden, Selasa (17/10/2017)

Besarnya potensi ekonomi kreatif yang dimiliki oleh anak bangsa ini membuat Bekraf semakin meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendorong sektor ekonomi kreatif lain agar bisa tumbuh dan berkembang. “ Pasalnya di masa depan, ekonomi tidak semata-mata bergantung pada sumber daya alam mentah melainkan pada sumber daya ekonomi kreatif,” ujar Triawan.

Bekraf mencatat, kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2014 adalah Rp 784,82 triliun atau meningkat 8,6 %  pada 2015 menjadi Rp 852 triliun. “Dari total kontribusi tersebut, sub-sektor kuliner, kriya, dan fashion memberikan kontribusi terbesar pada ekonomi kreatif,” tambahnya.

Sub-sektor kuliner tercatat berkontribusi sebesar 41,69 %, kemudian fashion sebesar 18,15 %, dan kriya sebesar 15,70 %. Selain itu, industri film bertumbuh 10,28 %, musik 7,26 %, seni/arsitektur 6,62%, dan game tumbuh 6,68%. Dan, sejauh ini, ada tiga negara tujuan ekspor komoditas ekonomi kreatif terbesar pada 2015 adalah Amerika Serikat 31,72%, Jepang 6,74%, dan Taiwan 4,99%.

Walau bertumbuh, memang masih ada yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekonomi kreatif. Salah satunya ekosistem bisnis dan investasi, di samping juga infrastruktur penunjang kegiatan. Karena besarnya potensi ekonomi kreatif, pemerintah tidak ragu untuk memberikan bantuan permodalan. Sektor ini dinilai paling memberi kesempatan kerja kepada anak-anak muda, demikian juga khususnya kaum perempuan.

Ditinjau dari status jender, 62,84% tenaga kerja Indonesia pada 2015 adalah laki-laki. Sisanya atau 37,16% adalah perempuan. Namun, ekonomi kreatif justru membalik fakta itu. Berdasarkan data Bekraf, perempuan mendominasi ekonomi kreatif, yaitu 53,68%. Sisanya sebesar 46,52% adalah laki-laki.

Besarnya potensi itu membuat para  pelaku ekonomi kreatif mulai dapat mengakses permodalan dari bank. Pada 2016, permodalan yang diakses dari perbankan sebesar Rp 7,668 triliun. Angka tersebut melampaui target yang hanya sebesar Rp 4,9 triliun. 

Sementara itu, pada 2017, tercatat pelaku ekonomi kreatif mengakses modal dari perbankan sebesar Rp 192, 9 miliar dari target Rp 280 miliar. Dengan demikian, total capaiannya sebesar Rp 7,86 triliun.

Diplomasi Soto

Besarnya potensi itu membuat ekonomi kreatif dapat menjelma menjadi soft power yang dapat diandalkan Indonesia untuk lebih berbicara  di tingkat pasar  global.  Guna menembus pasar global itu peran para calon duta besar (dubes), yang merupakan perwakilan Indonesia di negara lain sangat diperlukan.

Ada  berbagai program diplomasi yang saat  ini sedang disiapkan Bekraf untuk membangun jaringan internasional yang kuat seperti Diplomasi Soto, Kopi, dan Tenun. Namun, diplomasi kuliner dan fashion tersebut tak akan berhasil bila para duta besar yang menjadi perwakilan Indonesia tak gencar berpromosi. 

Secara keseluruhan sendiri, Bekraf membidangi 16 subsektor ekonomi kreatif, antara lain fashion, film dan animasi, kuliner, kriya, seni rupa, seni pertunjukan, seni musik, arsitektur, desain komunikasi visual, desain produk, pengembang aplikasi dan games, televisi dan radio, serta fotografi.

Ke-16 subsektor tersebut diharapkan menjadi andalan baru penggerak perekonomian nasional, baik dari sisi kontribusi terhadap produk domestik bruto, peningkatan ekspor, maupun penyerapan tenaga kerja.

Jika sektor industri kreatif Indonesia betul-betul digarap secara baik, bukan hal mustahil Indonesia bisa berjaya di skala internasional seperti yang terjadi pada Korea dengan K-Pop-nya.  "Sebab, apa pun industri kreatif itu telah menjadi kekuatan kita. Jika industri kreatif digarap secara baik, anak-anak muda diberi ruang kreatif untuk berinovasi dan berkreativitas, bisa untuk dibawa ke luar," ujar Presiden RI Joko Widodo usai menonton festival musik We The Fest di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2017) lalu.


Terbaru

Banyak Efek Positif Dari Perkembangan Teknologi

KOMINFO | Senin, 20 Desember 2021 | 12:15 WIB

Selain Positif, Kemajuan Digital Memiliki Dampak Negatif

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:47 WIB

Digitalisasi Membawa Perubahan Dalam Kehidupan Masyarakat

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:40 WIB

Media Digital Bisa Digunakan Sebagai Ruang Diskusi

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:28 WIB

Terjadi Pergeserean Pola Pikir di Masyarakat

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:22 WIB

Cyberbullying Meninggalkan Jejak Digital

KOMINFO | Minggu, 19 Desember 2021 | 11:15 WIB